BAB II
Muhammadiyah sebagai
satu organisasi besar, tentu tidak serta-merta aa di Indonesia. Muhammadiyah
mempunyai sejarah panjang yang pada kesempatan kali ini akan kita bahas:
- Latar belakang berdirinya Muhammadiyah
- Asas, maksud, dan tujuan Muhammadiyah
- Amal usaha Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang
berasas pada keyakinan Tauhid yang murni (Islam), berpedoman pada al-Qur’an dan Sunah
Nabi (Hadist), berwatak tajdid atau pembaharuan, dan senantiasa melaksanakan
da’wah Islam dalam seluruh bidang kehidupan dengan tujuan mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.
Masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya, berarti masyarakat yang mempunyai kualitas yang
baik, yaitu kualitas yang dibina oleh ajaran Islam, masyarakat yang
berprikemanusiaan, masyarakat yang mengabdi kepada Allah SWT, masyarakat yang
memiliki pertalian dengan Allah dan sesama manusia, masyarakat di mana
keutamaan, kesejahteraan, dan kebahagiaan luas merata dan secara umum dapat
digambarkan sebagai “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.” Selanjutnya
akan kita bahas latar belakang berdirinya Muhammadiyah.
KONDISI POLITIK, EKONOMI, BUDAYA SERTA
KEAGAMAAN MASYARAKAT INDONESIA SEBELUM MUHAMMADIYAH BERDIRI
Abad XX merupakan masa masa perjuangan
Islam di Indonesia untuk mencapai kemuliaan. Untuk mencapainya dibutuhkan usaha
nyata yang dimulai dengan menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya.
Umat Islam mulai menyadari bahwa organisasi merupakan alat yang efektif dan
efisien untuk mencapai suatu cita-cita, sehingga sejak saat itu banyak
bermunculan organisasi dengan latar dan tujuan masing-masing. Gerakan
pembaharuan Islam yang bergerak dalam bidang politik kenegaraan, di antaranya
adalah parta Syarikat Islam, partai Islam Indonesia, partai Islam Masyumi,
partai Muslimin Indonesia, Al-Irsyad, Persatuan Islam (Persis), dan
Muhammadiyah.
Gerakan Politik Islam
Cikal bakal gerakan politik Islam di
Indonesia diawali dengan berdirinya Serikat Dagang Islam, yang didirikan pada
bulan Oktober tahun 1905 oleh Haji Samanhudhi dan kawan-kawannya di Solo.
Pada awalnya Serikat Dagang Islam (SDI)
dibentuk untuk menghimpun kekuatan melawan pedagang Cina yang memonopoli pasar.
Kemudian pada tahun 1917 berubah dan berkembang menjadi gerakan politik yaitu
Serikat Islam. Serikat Islam berkembang sangat baik pada periode HOS
Tjokroaminoto pada tahun 1919 hingga Sumatera dan Kalimantan.
Gerakan Sosial Kemasyarakatan Islam
1. Al-Jamiat
al-Khair
Organisasi yg berdiri
pada 17 Juli 1905 di Jakarta ini bergerak dalam bidang sosial pendidikan. Untuk mensukseskan program sosial
pendidikannya, Al-Jamiat al-Khair menghadirkan ahli pendidikan seperti Ahmad
Sookarti dari Sudan, Syeikh Muhammad Thaib dari Maroko, dan Syeikh Muhammad
Abduh Hamid dari Mekah.
2. Persatuan
Islam (Persis)
Persatuan Islam didirikan
di Bandung pada 17 September 1923 oleh KH. Zamzam dengan tujuan mengembalikan
kaum muslimin kepada Al Quran dan Sunah Rasulullah SAW. Untuk mencapai tujuannya, Persis melakukan
berbagai usaha dia antaranya:
Mendirikan Madrasah,
mendirikan pesantren, banyak melakukan kegiatan da’wah, menerbitkan majalah dan
buku-buku agama.
Mengenal KH. Ahmad Dahlan Lebih Dekat
KH. Ahmad Dahlan lahir pada tahun 1868
di kampung Kauman Yogyakarta. Ayahnya bernama Kyai Haji Abu Bakar, imam dan
khatib masjid besar Kauman, sedangkan ibunya bernama Siti Aminah binti Kyai
Haji Ibrahim, seorang penghulu besar Yogyakarta.
Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah
Muhammad Darwisy. Setelah Muhammad Darwisy tamat membaca al-Qur’an ia belajar
banyak hal dari beberapa kyai, misalnya mengaji Fiqih kepada KH. Muhammad
Saleh, belajar Nahwu kepada KH. Muhsin, belajar ilmu Falak kepada Kyai Raden
Haji Dahlan, belajar Hadist kepada KH. Mahfudh dan Syeikh Khayyat, belajar
qiro’ah kepada Syeikh Amin dan Bakri Satock, belajar ilmu bisa (racun) binatang
kepada Syeikh Hasan. Di samping itu pula Muhammad Darwisy juga berguru kepada
KH. Abdul Hamid, KH. Muhammad Nur, Syeikh Muhammad Jamil Jambek, R.Ng
Sosrosugondo, dan R Wedana Dwiyosewoyo.
Pada tahun 1889 Muhammad Darwisy menikah
dengan Siti Walidah, putri KH. Muhammad Fadil. Lalu beliau ke Makkah untuk
menunaikan ibadah Haji serta belajar pada tahun 1890 M, dan tiba kembali di
Indonesia pada tahun 1891 dengan membawa ijazah nama “Haji Ahmad Dahlan” dari
ulama Madzhab Syafi’i Bakri. Sepulangnya dari Makkah beliau berganti nama
menjadi Ahmad Dahlan dan membantu mengajar santri-santri remaja. Hingga beliau
dipercaya untuk mengajar santri dewasa dan tua, lalu mendapat sebutan KH. Ahmad
Dahlan.
KH. Ahmad Dahlan belajar
ke Makkah dua kali, pertama setelah menikah dengan Siti Walidah di Makkah
selama 8 bulan, kedua pada tahun 1903 bersama putranya yang bernama Muhmmad
Siraj Dahlan di Makkah selama satu setengah tahun.
KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah
KH. Ahmad
Dahlan adalah seorang pedagang batik, dalam perjalanan dagangnya beliau
bersilaturahmi dengan berbagai ulama dan membicarakan perihal agama dan
masyarakat. Suatu ketika beliau bertemu dengan Dr. Wahidin Sudirohusodo, beliau
menanyakan perihal Budi Utomo dan tujuannya. Dari situlah muncul ketertarikan
KH. Ahmad Dahlan terhadap organisasi.
Selanjutnya
KH. Ahmad Dahlan menjadi anggota ke 770 perkumpulan Jamiat Khair Jakarta. Yang
menjadikan beliau tertarik organisasi adalah keinginannya untuk mendirikan
sekolah agama dan bahasa Arab serta gerakan sosial, dan juga keinginannya untuk
menjalin hubungan dengan pimpinan-pimpinan negara Islam yang telah maju.
Selain berdagang dan menjadi Khatib Amin di
masjid besar Kauman, KH. Ahmad Dahlan juga mengajar para siswa Kweekschool
Gubernuran. Hingga pada 1 Desember 1911 beliau mendirikan sekolah bernama
“Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah”. Untuk menyelenggarakan sekolah diperlukan
organisasi, dan dari sinilah Muhammadiyah akan dicetuskan.
Sumber:
Pendidikan Kemuhammadiyahan SMP/MTs Muhammadiyah (Majelis DIKDASMEN PWM DIY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar